Pixabay |
Halo Ayah Bunda, apa Ayah Bunda tahu apa itu kecerdasan intelegensi (IQ)? Kecerdasan emosi (EQ) ? Terus penting mana ya kecerdasan intelegensi atau kecerdasan emosi? Bagaimana tahapannya dan bagaimana cara melatih kecerdasan ini pada anak kita? Banyak banget ya pertanyaannya di pikiran kita.
Tenang-tenang, hari ini aku mau share materi kulwap parenting yang aku ikuti tentang kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosi. Dimana materi kulwap parenting ini ada karena kerja sama antara Bebeclub, Mom Blogger Community dan Rumah Dandelion. Dan saya ucapkan terima kasih pada Mom Blogger Community yang telah mengijinkan saya untuk share materinya di sini untuk para Ayah Bunda semua. Pertanyaan ini langsung dijawab oleh Psikolog dari Rumah Dandelion. Langsung saja kalau begitu ya.
Baca juga: Sudahkah Kita Mengenali Kecerdasan Anak Kita? Yuk, Belajar Kecerdasan Majemuk pada Anak
Kecerdasan Intelegensi (IQ) dan Kecerdasan Emosi (EQ), Penting Mana? Lalu Bagaimana Cara Melatihnya?
1. Nah banyak yang bilang nih Bun kalau anak itu perlu seimbang kecerdasannya antara IQ (Kecerdasan Intelegensi) dan EQ (Kecerdasan Emosi) sebenarnya 2 itu apa sih Bun?
Jawab
*IQ* atau Intelligence quotient adalah kemampuan kognitif seseorang, sesuai dengan kelompok usianya, yang dapat membantu ia dalam menyelesaikan tantangan hidup sehari-hari. Atau bisa juga dijelaskan sebagai kemampuan berpikir anak dalam menentukan apa yang bisa ia lakukan dalam membantu lingkungannya.
Sedangkan *EQ* atau sering kita kenal dengan sebutan kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengenali emosi yang dirasakan diri sendiri dan orang lain, serta tahu bagaimana respon yang tepat atas emosi tersebut.
2. Oh seperti itu Bun, lalu antara IQ dan EQ sama-sama penting tidak? atau ada yang lebih penting?
Jawab
Kedua hal ini tentu sama pentingnya dan saling berkesinambungan dalam membantu anak menjadi cepat tanggap yang lengkap.
Bagaimana caranya? Jadi dengan adanya *EQ*, anak menggunakan hatinya dalam melihat situasi bermasalah dalam lingkungan, yang kemudian memunculkan keinginan membantu. Namun, keinginan saja tentu tidak cukup, anak perlu tahu apa yang bisa ia lakukan untuk membantu. Dan untuk ini, dibutuhkan *IQ*. Jadi memang IQ dan EQ adalah 2 hal yang sama pentingnya dan perlu dikembangkan bersamaan sejak anak usia dini.
3.
Pixabay |
Sepertinya para Bunda lebih familiar dengan IQ yah, ternyata keduanya sama pentingnya untuk anak. Nah, sekarang kita bahas dulu yuk tentang EQ ini, sebelum tahu bagaimana cara mengembangkannya. Sebenarnya anak yang cerdas secara emosional itu ditunjukkan dengan perilaku seperti apa sih Bun?
Jawab
Paling mudah sebenarnya dilihat dari kemampuan seseorang dalam berempati. Kan sering ya kita dengar orang berkomentar “kok ga ada empatinya sih?” Empati itu apa?
Empati adalah respon emosi dan berpikir yang kompleks terhadap kondisi emosional orang lain. Dengan memiliki empati, maka seseorang dapat melakukan ketiga hal ini, yang menjadi bentuk perilaku dari EQ
• merasakan apa yang dirasakan orang lain
• bersimpati
• melihat situasi dan berusaha menyelesaikan masalah dari sudut pandang orang lain
Baca juga: Tunagrahita, Anak Berkebutuhan Khusus dengan Kecerdasan Intelegensi (IQ) di Bawah Rata-rata
4. Lalu bagaimana sih hubungannya antara EQ dengan IQ ini Bun? Bisa tidak ya anak yang cerdas secara emosi itu dapat meningkatkan daya pikirnya?
Jawab
Sangat bisa Bunda Farha. Singkat kata, anak yang cerdas secara emosi, dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menjalani proses belajar di sekolah dan lingkungan agar daya pikirnya meningkat.
Bayangkan seperti ini, ketika di sekolah anak sedang bosan, jenuh, atau stress dengan tugas/tuntutan sekolah lainnya, tentu akan berpengaruh pada semangat dan motivasinya dalam belajar.
Nah anak yang memiliki kecerdasan emosi, dapat membantu dirinya sendiri untuk mengatasi masalah tersebut dan tetap optimal mengikuti proses belajar. Dengan cerdas secara emosi, maka anak memiliki kemampuan regulasi diri yang baik, yang membantu untuk menjalani tanggung jawabnya sehari-hari.
5. Waah ternyata anak yang cerdas emosinya itu penting banget ya di lingkungan belajar, terus kalau di lingkungan sosial, bagaimana sih perilaku anak yang cerdas emosinya?
Jawab
Iya Bun heheh... anak yang cerdas emosinya akan mampu untuk berempati terhadap kesulitan yang dimiliki orang lain. Dan melalui empati ini, anak akan bisa memunculkan perilaku prososial, yaitu perilaku membantu orang lain tanpa pamrih.
Perilaku prososial itu sendiri bentuknya bisa salah satu dari 3 hal ini, yaitu menolong, berbagi, dan bekerja sama..
6. Jadi perilaku anak cerdas emosi di lingkungan sosial anak itu bakal mau membantu orang lain ya Bun?
Jawab
Kurang lebih begitu. Tapi tetap dibutuhkan bantuan orang tua untuk anak jadi mau membantu ya.. Dan bantuannya ga sekedar orangtua secara verbal ngingetin anak untuk bantu. Tapi kesempatan belajarnya pun ada.
Tahukah Bunda disini bahwa sebenarnya ada prosesnya untuk orang mau membantu? Prosesnya adalah:
a. Menyadari adanya situasi bermasalah
b. Menilai situasi tersebut butuh dibantu
c. Menyadari adanya tanggung jawab diri untuk membantu
d. Tahu apa yang perlu dilakukan
e. Memutuskan untuk membantu
Jadi sebelum anak akhirnya bisa membantu, dia perlu belajar dari orangtua dan lingkungannya untuk mengenali adanya situasi bermasalah dan apa yang bisa dilakukan dalam situasi tersebut.
7.
Pixabay |
Prosesnya ternyata anak belajar dari orang tua dan lingkungan sekitar ya. lalu, dari usia berapa Bun anak bisa melakukan empati?
Jawab
Iya betul Bun.. Ternyata dari bayi baru lahir pun sudah dapat berempati lho. Cuma memang bentuk empatinya tentu berbeda dengan empati yang ditunjukkan anak besar. Dan cara mengembangkan EQ (kecerdasan emosi) itu pun disesuaikan di tiap kelompok usia anak. Melalui pengalaman belajar, cerita di buku, bermain peran, dan terutama mencontoh orang tua dan orang lain di lingkungan, maka EQ anak pun akan terstimulasi..
Di usia ini, bayi berada di tahap perkembangan empati yang disebut dengan nama Newborn Reactive Cry. Pernah ga mengalami tangisan yang menular? Misalnya lagi ngumpul nih ama teman-teman para bunda yang punya bayi-bayi seumuran, lalu ada 1 bayi nangis, yang lain ketularan juga deh jadi nangis berjamaah. Hal ini terjadi karena bayi yang baru lahir bereaksi atas emosi yang dimunculkan oleh bayi atau orang lain di sekitarnya. Atau saat orang tua sedang sedih atau stres, biasanya bayi akan ikutan rewel..
8. Ah iya betul Bun, biasanya kalau hati kita lagi bermasalah bayipun akan ikutan rewel. Berarti empati itu ada tahap perkembangannya ya Bun, memang ada berapa tahapannya?
Jawab
Iya ada tahapannya ya.. tahap perkembangan empati terbagi ke dalam 4 tahap sesuai dengan usia anak:
a. Newborn reactive cry (usia 0-1 tahun)
b. Egocentric empathy (usia 1-2 tahun)
c. Half egocentric empathy (mulai berkembang usia 2 tahun keatas)
d. Veridical empathy distress (mulai berkembang di usia 3 tahun ke atas)
e. Empathy beyond situation (berbeda-beda tiap anak, tergantung stimulasi lingkungan)
Baca juga: Buku The Danish of Way Parenting, yang berisikan juga mengajarkan tentang empati pada anak
9. Nah tahapan usia bayi tadi tahap pertama sudah dibahas, terus tahan kedua dan tiga, egocentric dan setengah egocentric, itu seperti apa Bun bentuknya?
Jawab
Di kedua tahap ini anak mulai dapat melihat masalah yang dialami oleh orang lain, tapi yang membedakan adalah cara mereka dalam mengatasi masalah tersebut. Jadi anak usia 1-2 tahun menunjukkan kemampuan empatinya sebatas pada kemampuannya mengenali distress atau ketidaknyamanan yang dialami orang lain tapi usaha penyelesaiannya adalah self comfort.
Jadi misalnya lihat temannya nangis, alih-alih menenangkan teman, anak justru cari mamanya dan minta peluk untuk tenangin diri dia.
Sedangkan yang setengah egocentric itu, perilaku membantu sudah ditunjukkan, yaitu menenangkan si teman yang nangis. Tapi caranya adalah cara dia. Jadi misalnya, untuk menenangkan si teman yang nangis, anak kita justru kasih mainan kesukaannya atau minta mamanya untuk peluk si teman ini.
10. Betul juga ya Bun, pasti pernah mengalami dan melihat anaknya berperilaku seperti itu kan? Lucu yaa, anak tenangin si teman tapi dengan cara dia yang biasanya bikin dia tenang gitu yaa?
Jawab
Yes! Benar sekali, jadi belum membantu dengan cara atau solusi yang sesuai dengan kebutuhan orang lain tersebut. Makanya masih disebut dengan setengah egosentris..
11. Nah, kalau *Veridical* itu bagaimana sih Bun? sepertinya tahap ini banyak diharapkan kebanyakan oleh para Bunda bisa muncul di anak-anaknya yah?
Jawab
Jadi kalau ditahap veridical ini, interaksi dua arah sudah mulai terjadi antar anak-anak ya.. Makanya juga biasanya mulai berkembang di usia 3 tahun, yang secara tahap perkembangan sosial, anak mulai bisa berinteraksi.
Dengan pengalaman belajar dan stimulasi yang sesuai, biasanya anak usia 3 tahun mulai bisa mengenali emosi diri sendiri, emosi orang lain, memiliki keinginan untuk membantu dan bantuan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan temannya.
Jadi proses trial & error mulai dilakukan disini. Lihat temannya nangis, mulai ditanya kenapa dan apa yang bisa dibantu, coba-coba misalnya ajak main. Kalau ga berhasil, beri pelukan, ga berhasil juga, coba panggil orang lain. Dan seterusnya sampai anak merasa bahwa masalah sudah teratasi. Di tahap ini lah terutama sekali pengalaman belajar dan mencontoh orang dewasa perlu dimiliki anak, agar ia tahu, dalam masalah tertentu, apa saja ya yang bisa dilakukan untuk menyelesaikannya.
12. Wah menarik banget ilmu baru tahap perkembangan empati ini ya Bun. Nah terakhir Bun untuk *empathy beyond situation* maksudnya gimana Bun?
Jawab
Kalau di tahap 1-4 sebelumnya kan anak bereaksi atas situasi yang secara langsung terjadi di depan matanya. Kalau yang di tahap terakhir ini, cakupan empatinya sudah jauh lebih luas. Kemampuan empati anak semakin meluas tidak hanya kepada temannya secara individu tapi juga kepada lingkungan dan komunitas secara umum.
Misalnya melihat korban bencana alam di berita tv, lalu anak tergerak untuk memberikan bantuan sumbangan. Atau baru saja beberapa waktu yang lalu, anak saya lihat ada sekolah di daerah terpencil pulau Sulawesi yang lantainya tanah, dan buku serta alat tulisnya harus bergantian. Sedangkan anak saya, tidak hanya tidak perlu bergantian, bahkan dia punya berbagai pilihan untuk mau menggunakan alat tulis yang mana. Lalu muncullah inisiatif dia dan teman-temannya untuk membelikan alat tulis sejumlah murid di sekolah tersebut agar tidak perlu bergantian. Saya aja mungkin ga kepikiran 😁
13.
Pixabay |
Ternyata Bunda kecerdasan emosi anak itu, terutama kemampuan empati anak itu perlu dikembangkan bertahap sesuai usianya. Nah Bun, misalnya anak sudah punya empati, punya akal yang cerdas untuk tahu apa yang perlu dilakukan, kayaknya sering juga aku lihat belum tentu perilaku membantunya keluar deh Bun. Mungkin karena malu atau takut. Itu apa yang bisa dilakukan?
Jawab
Iya benar sekali Bun Farha. Nah ini pertanyaan yang bagus nih. Punya IQ dan EQ. Lalu bagaimana "memasaknya" agar anak memunculkan perilaku membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah?
Disini peran orang tua sangat penting karena ternyata, untuk perilaku membantu itu sendiri muncul, ada tahapannya lagi, ga cuma di anak-anak, tapi juga di orang dewasa lho. Kita sebut biasanya disini dengan istilah “Train of thought” untuk berakhir pada munculnya perilaku. Jadi untuk bisa membantu orang lain yang dibutuhkan (1) anak lihat ada situasi bermasalah. Lalu (2) menilai situasi bermasalah tersebut sebagai sesuatu yang perlu dibantu dan (3) melihat dirinya bisa membantu. Kemudian (4) tahu apa yang bisa dilakukan untuk membantu. Dan akhirnya (5) membantu. Untuk lebih mudahnya, lihat bagan berikut ini ya..
14. Kalau di zoom terlihat kok Bun, dilihat dari bagan nih, ketika anak sudah mulai memutuskan membantu, masih mungkin gak sih untuk tidak dilakukan Bun? karena ada konsekuensi negatif misalnya, contohnya seperti apa ya Bun?
Jawab
Contoh paling sederhana sebenarnya ketika kita ingin memberikan uang kepada pengemis yang kita lihat di jalan. Kemudian ada orang yang berkomentar “ngapain kamu kasinya ke dia? Komentar orang itu lah yang disebut dengan konsekuensi negatif.
Coba kita lihat dari Melati Wijsen (di Bali), pada usia 12 tahun membuat gerakan Bye Bye Plastic Bag. Dari usia sangat muda sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap sesama hingga mendapat penghargaan Bambi di Jerman. Bayangkan apa yang terjadi ketika niatnya untuk melakukan kebaikan Bye Bye Plastic Bags tidak disetujui dan didukung orangtuanya. Mungkin pengalaman belajar seperti diundang berbicara TedTalks di London dan berbicara di event PBB saat World Oceans Day di New York tidak akan pernah didapatkan Melati. Jadi memang respon orang tua atas insiatif yang dimunculkan anak untuk membantu orang lain, sangat berperan penting dalam meningkatkan kepercayaan diri anak untuk membantu.
15. Jadi, peran orang tua itu ternyata besar sekali dampaknya pada kemampuan anak untuk menunjukkan kepedulian sosialnya ya Bun?
Jawab
Benar sekali Bun Farha. Peran orang tua sangat penting dalam hal ini. Melati bisa menginisiasi gerakan Bye Bye Plastic Bag di usia 12 tahun, pastinya bukan terjadi begitu saja. Sejak kecil kecerdasan emosionalnya pasti sudah terbiasa dilatih dan diasah oleh orang tuanya dan membantu juga dalam mengembangkan daya pikirnya. Sehingga muncul perilaku besar atau “grand gesture” di usia 12 tahun tersebut.
Bayangkan kalau dari kecil Melati pun tidak dibiasakan orang tua untuk melihat kesulitan yang terjadi di lingkungan, tidak dibiasakan turun tangan langsung dalam membantu orang lain, sepertinya akan sulit juga bila kemudian di usia 12 tahun dia muncul ide kebaikan sebesar itu.
16. Wah, menarik banget ini Bun bahasan kulwhap kita kali ini. Ok, terakhir nih Bun, sebelum menutup sesi. Selesai dari kulwhap ini, hal konkrit apa yang bisa para Bunda lakukan untuk melatih anak agar cepat tanggap terhadap lingkungan?
Jawab
Untuk melatih dan membiasakan anak agar bisa cepat tanggap terhadap lingkungan, maka orangtua bisa lakukan hal-hal dibawah ini:
• Children see, children do. Orangtua menjadi panutan anak agar muncul keinginan dari dalam diri anak untuk membantu.
• Asah kemampuan menyelesaikan masalah dengan stimulasi kemampuan berpikir anak agar kecerdasan akal dan kreativitasnya terus meningkat.
• Berikan pujian dan penghargaan atas usaha anak membantu orang lain agar ia semakin percaya diri dalam berinteraksi dan membantu orang lain.
• Konsistensi dalam memberikan kesempatan, pengalaman, dan penghargaan agar pengalaman belajarnya bisa terus terjadi.
Bagaimana Ayah Bunda materinya tentang kecerdasan intelegensi (IQ) dan Kecerdasan Emosi (EQ) ini? Bergizi banget kan? Sudah tahu dong berarti sekarang bahwa kedua kecerdasan ini sama pentingnya dan sama-sama perlu di stimulasi. Nah, Ayah Bunda jika menurut Ayah Bunda materi ini bermanfaat juga untuk para orang tua yang lain, boleh banget di share ya untuk membantu mengedukasi para orang tua yang lainnya
No comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ke Blog saya. Semoga bisa memberi manfaat. Mohon untuk tidak meninggalkan Link Hidup, ya 😃 dan komentar Ayah Bunda bisa muncul setelah lewat persetujuan saya dan saya mohon maaaf sekali, jika ada komen tak sempat terbalas oleh saya karena keterbatasan saya. Maaf. Terima kasih 🙏