"Kak Yeni, aku sekarang lagi hamil. Rencananya abis ngelahirin pengen resign aja. Aku pengen jadi ibu rumah tangga. Tapi aku bingung juga kak, kalau nanti aku jadi ibu rumah tangga, nanti pemasukan kami berkurang dong? Sedangkan kebutuhan sejak ada anak pasti makin bertambah.
Terus gimana kalau nanti di tengah jalan aku ngerasa bosen juga dengan peranku sebagai ibu rumah tangga? Terus nanti sia-sia juga ijazah pendidikan tinggi aku? Aduhhh aku galau kak. Gimana dong ini. Kalau kakak sediri kenapa sih mutusin buat jadi ibu rumah tangga?"
Ya ampunnnnn bertubi-tubi aku ditembak dengan berbagai macam pertanyaan seputar ibu rumah tangga ini. Bukan cuma satu atau dua orang yang bertanya. Tapi banyak. Hahaha 😂. Ya sudah aku share di sini ya ceritanya dan alasan aku kenapa memilih menjadi ibu rumah tangga.
Tentu saja aku senang dong ditanya ini. Bisa membantu orang memberikan gambaran seperti apa sih ibu rumah tangga itu? Benarkah dia tidak bekerja walaupun dia rumah? Sayang dong pendidikan tingginya? Nanti kalau bosan di rumah bagaimana? Nanti rezekinya berkurang dong? Dan lain-lain
Sebelumnya aku minta maaf, tulisan ini murni alasan aku. Tak ada maksud untuk membanding-bandingkan ibu bekerja dan ibu rumah tangga. Karena tentu setiap orang memiliki situasi dan kondisi yang berbeda, memiliki alasan yang berbeda dan tantangan yang berbeda-beda juga.
Menurut aku di luar sana juga membutuhkan peran perempuan untuk tampil di ranah public seperti dokter, perawat, guru dan lain-lain yang memang peran mereka dibutuhkan oleh banyak orang.
Terbayang dong kalau kita hamil terus melahirkan, tapi nggak ada dokter perempuan. Kan repot juga. Terbayang juga kalau nggak ada peran guru, siapa yang mau membantu kita di luar sana dalam mendidik anak-anak kita.
Jadi intinya, selama kita bekerja di luar sana alasannya sesuai syar'i dan memang profesinya dibutuhkan banyak orang juga. Itu sah-sah aja. Malah bagus. So, jangan sampai tulisan ini bikin baper ya untuk ibu yang bekerja.
Nah, kembali lagi dengan alasan kenapa aku memilih menjadi ibu rumah tangga
Alasan Menjadi Ibu Rumah Tangga
Sejujurnya dalam hidupku, aku hampir sama seperti perempuan kebanyakan yang terlahir di masa kini. Zaman ini membuatku tak pernah bercita-cita menjadi seorang ibu rumah tangga. Karena aku dibesarkan dan dididik bukan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga tapi untuk berkarier di luar
Pada umumnya didikan orang tua kita, ingin anak perempuan mereka sukses, terpandang di luar sana, kerja kantoran dan memiliki gaji besar. Bukannya di rumah seputar sumur, kasur dan dapur. Iya kan, seola-olah peran ibu rumah tangga itu begitu direndahkan. Bukan hanya paradigma orang pada umumnya, tapi juga oleh diri sendiri.
Tapi apakah sebenarnya kita hidup sebagai ibu rumah tangga seputar itu? Kalau ini tergantung kita memandangnya dari konsep berpikir yang positif atau negatif.
Nah, karena dibesarkan dengan cara begitu, akhirnya membuat kita tidak mudah menerima keadaan dan peran ini. Begitu juga denganku. Banyak proses panjang yang ku lalui dengan pilihan ku ini sebelum kini ku malah mensyukuri banyak hal dengan peranku ini.
Kalau gitu langsung aja ya dengan alasannya:
1. Totalitas
Yup, alasan pertama kenapa aku memilih menjadi seorang ibu rumah tangga adalah karena aku ingin TOTALITAS dengan peranku. Sesuatu yang total tentu tidak menghasilkan sesuatu yang dikerjakan dengan setengah-setengah bukan? Jadi, aku ingin mengerjakan sesuatu dengan total untuk mengharapkan sesuatu yang total pula. Apa itu? Yaitu pendidikan anak
2. Fokus dalam mendidik anak
Pernah mendengar quote ini
"Karier gagal bisa diulang, usaha gagal bisa diulang. Tapi kalau mendidik anak harus berhasil. Karena mendidik anak tak akan pernah bisa diulang"
Pixabay |
Aku tak tahu siapa orang pertama yang menuliskan quote itu. Tapi aku setuju sekali dengan pesannya. Yup mendidik anak itu nggak boleh gagal. Kecuali jika kita ingin hari tua kita banyak diisi dengan penyesalan.
Ayah Bunda, segala sesuatu itu pakai ilmu. Contohnya hal paling kecil saja, ke kamar mandi saja ada adabnya dan ilmunya kan yang harus kita perhatikan seperti harus berdoa dulu sebelum masuk kamar mandi, melangkah kaki kiri dulu dan lain-lain.
Semuanya pakai ilmu, tapi apakah kita bisa menjamin asisten rumah tangga kita hapal doanya, orang tua kita yang kita titipkan anak tahu dengan teori pendidikan saat ini. Tidak kan? Sedangkan segala sesuatunya pakai ilmu kan dan ilmu terus berkembang.
Karena alasan itulah yang membuatku ingin fokus di rumah dan mendidik generasi selanjutnya. Jadi ibu rumah tangga fokus di rumah mendidik generasi selanjutnya, ibu yang bekerja yang fokus menebar manfaat di luar sana.
Jadi menurut aku, dua peran ini penting. Bukannya saling bersaing atau merasa lebih baik tapi harusnya saling menguatkan dan saling melengkapi satu sama lainnya. Tentu saja ibu bekerja yang aku maksud adalah ibu bekerja kerena alasan syar'i ya.
3. Masa kecil anak yang tak akan terulang kembali
Aku ingin menikmati setiap momen dan kebersamaanku dengan anakku. Karena ku tahu masa kecilnya hanya sebentar saja dan tak akan pernah terulang kembali. Seperti yang pernah ku tuliskan sebelumnya bahwa aku tak ingin menyesal di hari tuaku karena kehilangan banyak waktu bersamanya.
Pixabay |
Aku masih ingin menjadi orang pertama yang ia cari ketika ia terbangun dan orang pertama yang ia cari untuk ia peluk ketika ia akan tertidur. Orang pertama yang selalu ia minta untuk menemaninya bermain dan belajar.
Sebelum kelak akan datang masanya ia tak ingin lagi selalu dipeluk olehku, akan ada masanya bukan lagi orang pertama yang ia cari menemaninya karena nanti ia akan sibuk mencari teman-temannya untuk bermain di luar sana.
Akan ada masa ketika ku tak lagi membersamainya karena ia telah sibuk dengan lain dan meninggalkanku yang kesepian. Akan ada masanya ia pergi dari rumah dan membangun hidupnya sendiri dengan caranya sendiri.
Akan datang masanya ketika ia terasa diambil oleh orang lain pada saat dia harus menikah dan meniti hidupnya yang baru
Sebelum masa itu datang. Sebelum kesepian itu merayapi hati. Aku ingin menikmati masa kecilnya dan memaknai semua momen-momen kebersamaananya dengan hati. Sebelum nanti sebelum nanti ia pergi dari hari-hariku untuk menikmati hari-harinya mengejar mimpi di luar sana. Jadi aku ingin menikmati masa kecil itu yang tak akan pernah terulang kembali
4. Selalu ingin menjadi orang pertama baginya
Di masa kecilnya, di masa tumbuh kembangnya, aku selalu ingin menjadi orang pertama yang tahu perkembangannya. Menjadi orang pertama yang tahu kepintaran apa yang telah ia buat dalam hari-harinya. Selalu ingin menjadi orang pertama yang ia panggil sebagai ibu. Selalu ingin menjadi orang pertama yang ada disaat ia membutuhkan ibunya.
Terutama usia 5 tahun ke bawah adalah usia-usia seorang anak yang sangat membutuhkan peran ibunya. Jadi, aku tak ingin melewatinya
5. Masa keemasan anak
Usia 5 tahun ke bawah adalah masa golden age anak. Dimana di masa ini anak banyak sekali dan mudah sekali untuk menyerap dan belajar segala sesuatunya.
Jadi, aku ingin memanfaatkan masa ini untuk mengenalkan banyak hal padanya dan mengenalkan dunia ini dengan cara yang menyenangkan padanya
Nah, selain alasan di atas, banyak juga pertanyaan yang dilontarkan padaku seperti:
Baca juga: JANGAN KATAKAN 9 HAL INI PADA IBU RUMAH TANGGA
Buat apa dong kuliah tinggi-tinggi tapi cuma jadi ibu rumah tangga?
Menurut aku, segala sesuatu itu nggak ada yang sia-sia, ya. Bahkan sebuah daun yang jatuh saja memiliki alasan kenapa ia harus jatuh dan apa yang ia lakukan itu tak sia-sia, bukan? Karena jatuhnya daun untuk membantu sebuah pohon agar bisa menumbuhkan daun yang baru dan menyuburkan tanah. Apalagi kita.
Menjadi seorang ibu itu dan mendidik itu butuh ilmu. Butuh bekal, jadi memang sudah sewajarnya dan sebaiknya seorang perempuan berpendidikan tinggi. Dimana pendidikan tingginya dan ilmunya dia gunakan untuk mendidik anak-anaknya
Nggak takut rezekinya berkurang karena udah nggak kerja lagi?
Nggak. Karena aku berprinsip suami bekerja dan istri yang bekerja atau tidak. Rezekinya tetap sama. Mungkin bagi istri yang tidak bekerja lagi, rezekinya berupa materi berkurang, tapi Allah melebihkan rezekinya di tempat yang lain.
Misalnya di kesehatan anak dan keluarga. Anak dan suami jadi jarang sakit, karena kitalah yang mengurus langsung asupan nutrisi mereka. Anak kita bisa jadi lebih pintar, karena kitalah yang langsung mendidik mereka bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun
Yang namanya rezeki itu kan sudah ada yang ngatur ya dan nggak melulu berupa materi tetapi ada rezeki bentuk lain. Tapi mungkin yang aku syukuri, aku nggak harus bekerja di luar sana adalah karena aku memiliki suami yang bertanggung jawab yang menjalankan sepenuhnya tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.
Tapi bukan berarti ibu yang bekerja karena suaminya kurang bertanggung jawab, bukan. Hanya saja untuk sebagian ibu yang terpaksa bekerja karena alasan suaminya kurang bekerja keras dan kurang bertanggung jawab. Yang kayak gini ini nih yang aku bikin aku sedih
Apa nggak takut bosan menjadi ibu rumah tangga?
Kayaknya profesi apapun pasti akan pernah juga kita merasa di titik bosan. Ibu bekerja maupun ibu di rumah akan ada masa bosannya sendiri. Nah saran aku, agar kita tidak bosan dengan peran kita di rumah, kita harus temukan aktualisasi diri yang baru yang membuat hidup kita lebih berwarna.
Karena bagaimanapun juga ya rasa untuk diakui dan aktualisisasi diri itu adalah kebutuhan dasar manusia. Oleh sebab itu, kok banyak ibu rumah tangga merasa dirinya tak lagi berguna atau malu dengan perannya? Salah satu alasannya adalah karena tak ada lagi yang mengakui keberadaan mereka.
Jadi, penting sekali seorang ibu rumah tangga itu tetap di berikan sedikit ruang untuk mereka menemukan bentuk aktualisasi diri yang membuat mereka tetap mendapakan pengakuan dan tetap juga bisa fokus di rumah
Misalnya seperti aku, sejak jadi ibu rumah tangga aku jadi tahu bahwa ternyata aku bisa menulis juga lho dan jadilah aku seperti saat ini yaitu menjadi seorang parenting blogger
Apa aku akan jadi ibu rumah tangga selamanya?
Nggak. Karena nanti ketika anak aku udah bisa ditinggal misalnya ketika dia sudah berusia 5 tahun dan udah sekolah. Aku ingin mengejar mimpiku kembali. Merajutnya dan mengembangkannya. Aku ingin terbang tinggi untuk mengejar ketertinggalanku di luar sana dan meraih mimpi
Nah, karena alasan-alasan itulah yang membuatku memilih peran sebagai ibu rumah tangga dan membuatku mensyukuri banyak hal dari peranku ini. Karena aku bisa membersamai buah hatiku di awal-awal kehidupannya dan di masa-masa terpentingnya. Selain itu, karena ku tahu tak semua ibu bisa memilih peranku seperti ini walau mereka ingin sekali.
Baca juga: BEDANYA IBU RUMAH TANGGA BIASA DENGAN IBU RUMAH TANGGA LUAR BIASA
Dan teruntukmu para ibu yang terpaksa berjuang di luar sana dengan alasanmu. Semoga Allah menguatkanmu dan menjaga anak-anakmu di rumah. Tetaplah semangat apapun profesimu dan dimanapun engkau berada. Jadi ibu bekerja dan ibu rumah tangga itu, sama-sama hadir untuk saling mengisi dari peran mereka masing-masing di kehidupan ini.
Buat Bunda yang ingin membaca cerita blogger profesional Mba Dian kenapa beliau juga memilih menjadi ibu rumah tangga atau Teh Nurul yang berbagj tentang cara produktif dari rumah bisa klik link warna merah itu ya
Baca juga: INI DIA ALASAN MENGAPA IBU RUMAH TANGGA HARUS TETAP PUNYA PERAN DI MASYARAKAT
Semangatttt kita 😘😘😘
Saya sempat kehilangan momen-momen pertama perkembangan si sulung, dan itu nyesek bangeet! Justru pengasuhnya yang menceritakan tumbuh kembang anak sulung saya.
ReplyDeleteSyukurlah saya adalah orang pertama yang melihat perkembangan anak bungsu saya. Melihat tahap demi tahap perkembangannya, membahagiakan sekali, ya, Teh :)
Iya teh. Rasanya tidak tetnilai sekali ya harganya 😍
DeleteSetuju sekali, ibu bekerja dan ibu berumah tangga bisa saling mengisi dqlam menjalani peran mereka masing-masing di kehiduoan ini.
ReplyDeleteSaling melengkapi ya 😍
Deletekalau saya memang diminta sama suami untuk jadi ibu rumah tangga karena dia trauma sama perempuan yang bekerja. soalnya istrinya dulu karena kerja malah meninggalkan dia dan milih sama laki2 lain. tapi bukan berarti buat mengurung saya sih dia hanya ingin saya punya banyak waktu buat anak2 supaya anak2 gak kehilangan sosok ibu di rumah. Meski saya sebagai ibu tiri mereka
ReplyDeleteKasian ya sampai trauma gitu
DeleteAku termasuk yg merasakan keduanya, Mba. Sbg Guru selama 4 hari mengajar dr pagi-siang. Bersyukurnya, profesi ini cukup ramah waktu, sehingga selebihnya aku masih bisa membersamai anak-anak saat libur dan sepulang ngajar. Aku tetap bangga sama para IRT dan aku ikut merasakan spt apa rasanya. Alhamdulillah, semua perlu disyukuri ya.
ReplyDeleteIya bner bun karena rasa syukur membuat kita lbh bahagia ya 😍
DeleteTeteh... Aku juga punya beberapa alasan yg sama. Tapiii...kadang aku merasa kok anak2 lebih Deket sama ayahnya. Hiks
ReplyDeleteSaya selalu terharu setiap mampir ke mari.
ReplyDeleteWah makasih banyak buat sharingnya mbak, ini memotivasi bgt, aku juga pengen banget kalau punya anak nanti aku pengen jadi ibu rumah tangga sepenuhnya, untuk urusan cari uang aku percayakan suami aja, ibuku juga nggak masalah kok walaupun udh menyekolahkan aku sampai sarjana tp ujung2nya nanti aku mau fokus mendidik anak, skrg ini sementara belum dikasih momongan aku masih menikmati karirku.
ReplyDelete