Pixabay |
Lagi-lagi membuatku kembali menarik nafas panjang. Seorang ibu duduk di sebelahku lalu bercerita betapa putus asanya ia menghadapi anak-anaknya, pekerjaan rumah dan rasa tidak berguna di hatinya.
Yah, dia hanya seorang ibu rumah tangga yang mengurus semuanya sendirian. Sama seperti ibu-ibu yang lain. Namun, ada rona ketidakbahagiaan di dalam dirinya, ada getar di dalam suaranya, ada isak yang berusaha ia coba untuk tahan dan ada butiran air mata yang menggenang jelas di matanya. Ia pun berusaha untuk menghapus genangan itu agar tak tumpah ruah di pipinya
Sedangkan aku hanya bisa menatapnya, mendengarkannya, dan menguatkannya dengan kata-kata sederhanaku. Aku tahu dia butuh seseorang dan aku tahu ibu ini hanya salah satu dari ibu-ibu lain yang tidak menikmati perannya sebagai ibu sekaligus seorang istri
Mereka perlu ditolong, mereka perlu dirangkul, mereka perlu didengarkan. Karena sungguh menjadi ibu itu tidaklah mudah. Jadi, aku paham sekali dengan apa yang ia rasakan. Karena aku juga seorang ibu dan juga seorang istri
Aku melihat, betapa banyak seorang ibu mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan ketidakbahagian. Karena mereka sendiri pun dalam keadaan tidak bahagia
Akhirnya, anak-anak dibesarkan dengan kata-kata negatif ibunya, kata-kata yang menyakitkan, teriakan, kemarahan dan air mata. Lalu, ibu itu merasa menjadi seseorang yang tidak berguna.
Pixabay |
Hidupnya hanya berkubang pada kotoran, rumah dan anak, mengerjakan itu-itu saja setiap harinya, tak ada yang melihat dan menghargai itu.
Sedangkan di luar sana, betapa banyak ibu-ibu cantik nan wangi pergi bekerja, ada yang melihat mereka, ada yang menghargai pekerjaan mereka, dan mereka pun mendapatkan langsung dari apa yang mereka kerjakan
Sedangkan ibu rumah tangga yang masih berproses dengan peran mereka, mereka merasa bagaikan kain lap, kotor, terinjak-injak dan tak berarti apa-apa. Ia merasa sendirian dan lelah dengan semuanya dan berkata "kapan ini berakhir?"
Baca juga: JANGAN KATAKAN 9 HAL INI PADA IBU RUMAH TANGGA
Tak ada yang menguatkan mereka. Yang ada dengan segala kelelahan fisik dan hati mereka, mereka masih dituntut menjadi seorang ibu yang sempurna oleh tanggapan orang, mertua, orang tua sendiri dan tak kadang dituntut begitu sempurna oleh suami sendiri.
"Rumah kok berantakan, kamu ngapaiin aja di rumah?"
"Ini anak kok kurus, nggak dikasih makan, ya?"
Dan masih banyak komentar-komentar nyinyir yang lain.
Ingin sekali ku berkata teruntukmu yang bernama suami sekaligus seorang ayah.
Pulanglah, lihatlah istrimu, lihatlah ibu dari anak-anakmu itu. Sudahkah engkau selalu mendengarkannya selama ini? Jangan marah jika ia selalu bercerita tentang lelahnya dan tentang anak-anakmu. Dia tidak bermaksud untuk mengeluh. Dia hanya ingin bercerita.
Pixabay |
Siapa lagi dan kemana lagi tempatnya untuk bercerita, jika yang dia lihat di rumah hanya tembok, tembok dan tembok. Tak tahukah engkau ia meninggalkan kariernya, mimpinya, dan kesenangannya lalu memilih dirumah untuk fokus mendidik dan membesarkan anak-anakmu.
Lalu, jika engkau tak mendengarkannya, kepada siapa lagi ia akan bercerita setelah Tuhannya, kemana lagi ia labuhkan hati dan kelelahannya mengurusmu, rumahmu dan anak-anakmu jika bukan selain pada dirimu?
Apa engkau tahu, baju bersih yang engkau gunakan itu, dia yang mencucinya, dia yang menyetrikannya. Sedangkan engkau hanya tahu menggunakannya, kan?
Makanan yang engkau makan itu, dia yang mengolahnya, dia yang memasaknya. Memasak itu terlihat sederhana bukan?
Tapi sungguh di dalamnya ada proses yang rumit dalam pembuatannya. Ada bahan-bahan makanan yang harus dipilih dulu satu-satu, dipotong, dibersihkan, direndam dan di masak.
Setelah itu ia harus masak sambil ditemani tangisan dan teriakan anak-anakmu, dan terkadang ia memasak sambil menggendong anakmu, lalu berlarian dengan waktu untuk mempersiapkan ini itu untukmu dan anak-anakmu
Pixabay |
Apa engkau tahu rumah yang rapih, yang engkau lihat sepulangmu dari bekerja. Sebelumnya tidak serapih itu. Ada kapal pecah di dalamnya, ada serakkan mainan dimana-mana, dan ada tangisan anak-anakmu di dalamnya
Atau engkau tahu, ketika engkau pulang bekerja tapi rumahmu masih berantakan. Itu juga bukan karena istrimu tidak membereskannya. Ia sudah membereskannya dan bahkan sudah menyapunya berkali-kali.
Tapi rumah itu selalu kembali seperti kapal pecah. Bukankah engkau tahu bahwa anak yang aktif dan bereksplore salah satu ciri anak yang cerdas dan kreatif.
Lalu, engkau masih menuntut kesempurnaan itu dari istrimu yang lelah dari pagi buta mempersiapkan semuanya tanpa jeda dengan sebuah standar kerapihanmu
Teruntukmu yang bernama suami, pulanglah!
Pixabay |
Lihatlah tangan istrimu itu. Dulu tangan itu tak sekasar itu. Lembut, wangi dan halus. Tapi kini tangan itu telah berubah menjadi kasar, dan bau. Bau bekas ompol anakmu, bau bawang, sisa bau hanyirnya ikan atau bau yang lain
Lihatlah wajah itu. Dulu wajah itu masih ayu dan cantik kan, sebelum engkau menikahinya? Tapi kini lihatlah wajah itu berubah menjadi wajah yang lelah, kusam, tua dari umurnya yang sebenarnya dan terkadang tampak tak terurus.
Bagaimana ia sempat mengurus diri jika jiwa raganya, waktunya, tenaganya telah ia habiskan mengurusmu, anak-anakmu, dan rumah dari pagi buta hingga larut malam?
Lalu, masih teganya engkau menuntutnya untuk tampil cantik dan wangi di depanmu atau melirik wanita lain di kantormu atau di tempat lain?
Jika engkau ingin melihat istrimu cantik dan wangi ketika menyambutmu pulang. Itu mudah, cukup beri mereka asisten rumah tangga, agar mereka masih memiliki waktu untuk diri mereka sendiri dan bisa fokus kepadamu dan anak-anakmu.
Pixabay |
Jangan lupa beri mereka uang untuk perawatan ke salon agar mereka selalu terlihat cantik di matamu dan bahagiakan mereka. Karena
"Sesungguhnya, kecantikan seorang istri itu tergantung seberapa besar engkau memberi uang untuk merawat diri mereka, dan tergantung sejauh mana hati mereka engkau bahagiakan"
Jika engkau belum sanggup untuk memberikan itu semua padanya. Berhenti kalau begitu menuntutnya untuk cantik secara fisik.
Teruntukmu yang bernama suami.
Pulanglah dan lihatlah mata panda di wajah istrimu itu. Engkau tahu dari mana kantung matanya bisa menggelap? Itu adalah mata-mata kurang tidur karena mengurus bayimu yang selalu terbangun di malam harinya, lalu esok shubuhnya dia harus bangun masak dan mempersiapkan kebutuhanmu dan anakmu yang lain.
Begitu setiap hari ia bekerja di rumah tanpa penghargaan dari siapapun bahkan tanpa penghargaan dari dirimu. Terbiasa dilayani hingga engkau lupa untuk berterima kasih atas setiap usahanya yang berusaha memberikan yang terbaik untukmu dan anak-anakmu.
Baca juga: SAAT BERHARGA UNTUK ANAK KITA
Ia kesampingkan mimpinya, ia kesampingkan kariernya di luar sana, ia berkubang dengan semua kotoran dan kelelahan itu tanpa jeda juga tanpa sebuah apresiasi
Lalu, dimanakah ia punya alasan untuk bahagia? Jika engkau hanya tahunya mencari uang? Bagaimana tidak ia merasa tidak berguna jika usahanya tak ada yang menghargai, tak ada yang menguatkan dan membantu dirinya dari dalam dan luar
Lalu, bagaimana seorang ibu itu akan memberikan kebahagiaan, jika kebahagiaan itu sendiri tidak ia miliki?
Baca juga: BELAJAR BAHAGIA DARI ANAK
Teruntukmu yang bernama suami, pulanglah!
Peluk ia, ucapkanlah terima kasih slalu padanya. Kecup keningnya, bekerja sama lah dalam mengurus dan membesarkan anak-anakmu. Karena sungguh peranmu tidak sedangkal itu yang hanya berupa seputar uang, uang dan uang. Sungguh tidak
Apa engkau tahu, pelukanmu yang sederhana itu mampu menguatkannya jiwanya untuk menghadapi hari esok, ucapan terima kasihmu padanya mampu meluruhkan rasa berlelah-lelahnya atasmu, anak-anakmu dan rumahmu selama ini.
Buatlah ia merasa berarti dalam hidupmu dan anak-anakmu. Sekalipun ia tak terlihat lagi oleh dunia, tetapi paling tidak buatlah ia menjadi dunianya kalian di rumah yang bernama syurga
Lalu, jika engkau bertanya padaku, siapa yang pertama kali harus engkau bahagiakan, istrimu atau anakmu? Aku akan jawab bahagiakanlah istrimu terlebih dahulu. Karena
"Anak yang bahagia dimulai dari ibu yang bahagia"
Pixabay |
Seorang ibu layaknya sebuah matahari di dalam sebuah dunia. Jika sinarnya redup maka akan meredupkan semua seiisi dunia begitu pun sebaliknya.
Jadi bahagiakanlah dia, istrimu dan ibu dari anak-anakmu. Ubahlah rasa tidak berguna itu di hatinya menjadi seseorang yang paling berarti di dunia. Hingga ia bisa berkata pada dirinya dan dunia bahwa ia tak kalah berartinya dengan yang lain dan bangga dengan perannya saat ini
Teruntukmu yang bernama suami, pulanglah
Saya tersentuh mba bacanya, memang tidak mudah ya menjadi Ibu. Saya pun merasakan waktu 24 jam tidak pernah cukup, tidur 8 jam sehari itu mewah, namun saya tetap menjalaninya :) untunglah suami mau membantu.
ReplyDeleteAllhamdulillah ya bun. Dikasih suami yang pengertian itu, sesuatu harus kita syukuri ya
Deletesediih aku baca ini. sedih ngebayangin ibu2 rumah tangga yg harus ngalamin ini, kerja ga ada habis di rumah, tp ga dihargain samasekali oleh suami :( . apa segitu egoisnya pak suami itu sampe ga melihat secapek dan semuram apa istrinya :(
ReplyDeletelgs bersyukur banget dengan suamiku yg pengertian dan melarang aku kerja di rumah, krn dia ngerti aku ga terbiasa dgn itu. semoga para ibu yg tidak bernasib terlalu baik, suami2 nya sadar dan bisa melihat secapek apa istrinya di rumah mngurus semua tanap bantuan siapa2:(
Iya bun. Saya juga ikut sedih. Hiks
DeleteHiks.. Saya terharu mba baca tulisan ini.. Ada beberapa hal yang sama saya rasakan. Seringkali bahagia itu harus saya ciptakan sendiri.. Ahhh sudahlah, I enjoy my life, itu ajahhh..
ReplyDeleteSemoga Allah menguatkanmu bunnn 😘😘😘
DeleteIni kayak temanku Mbak. Selalu curhat begini. Soalnya dia LDM sama suami jga. Urus anak 2 sendirian. Belum lagi harus kerja buat nambah2 uang belanja. Soalnya jatah dr suami gak seberapa besar
ReplyDeleteSedih bacanya mba, makasih udah buat tulisan ini. Mewakili apa yang dirasakan semua ibu, apalagi kalau LDM dan tanpa art. Berat jika dijalani tanpa ilmu, semoga para suami di luar sana bisa mengerti apa yang dirasakan istrinya.
ReplyDeletedrama-drama kayak gini tuh betul-betul kejadian di dunia nyata ya bak. Bersyukur banget kita masih dokasih kesempatan untuk nyalon atau kegiatan di luar.
ReplyDeleteDirimu juga kalo nulis dari hati ngena banget, syukaa
Anak yang bahagia dimulai dari ibu yang bahagia...setujuuu!
ReplyDeletePrihatin dengan istri yang diperlakukan seperti ini oleh suaminya , hiks!
Semoga sesama ibu kita bisa saling menguatkan dan meyakinkan bahwa semua akan indah pada waktunya. Saat anak tumbuh besar dan kita selama ini menjadi saksinya, sungguh merupakan karunia yang tak terhingga
Ini seperti mata rantai yg gak akan putus ya mba, anak2 yang dibesarkan di dalam keluarga seperti ini nanti juga akan berlaku sama ke keluarganya. Anak laki2 akan tumbuh jadi ayah yg nggak peka dan dingin, anak perempuan akan tumbuh jadi perempuan yang manut aja dapat perlakuan seperti ini dari suaminya, terus aja begitu. Sedih yaa :(
ReplyDeleteSemoga tipe suami seperti yang diceritakan di atas semakin berkurang yaa...betapa sakit hatinya seorang istri bila mendapat perlakuan yang tidak simpatik macam itu
ReplyDeleteWah terharu sekali bacanya aku mbak. Rasanya setiap suami harus segera 'pulang' dan turut membantu sang istri. Beruntung aku punya suami yang kooperatif dan bisa diajak kerja sama dalam berumah tangga. Karena gak sedikit, terutama di sekitarku yang memiliki suami cuek dan hanya fokus pada menafkahi. Padahal, berumah tangga kan berdua, ya?
ReplyDeletemsya allah mom yeni, ini jeritan hati setiap ibu rumah tangga seperti aku. sungguh terkadang yang komen adalah orang terdekat bahkan mertua yang bilang kenapa cucunya kurus dan terkadng kalo aku cerita sedikit tentag kelelahan ada komennya begitulah menjadi seorang ibu.
ReplyDeletebener banget bun, tapi kadang suamijuga punya banyak alasan untuk menolak disalahkan. Misalnya alibi seperti lelah dengan segudang pekerjaan dan mencari nafkah. jadi memang rumah tangga itu butuh kesiapan jasmani dan rohani. Doa adalah kekuatan diatas segalanya. Setelah berusaha, berdoa berdoa berdoa, berdoa dijauhkan dari rasa sedih, mengrutu, ngedumel, nyalahin orang lain dsb. karena hati dan jiwa yang ikhlas akan selalu bahagia betapa pun peliknua kehidupan.
ReplyDeleteMba... Hiks. Sedih, kesel, marah akutu sama suami2 yang kaga tau diri wlpn bukan aku yang ngerasain. Semoga ini jadi pelajaran buat para ibu yang punya anak cowo buat ngajarin anak lelakinya agar bertanggung jawab dan menghargai istrinya nanti.
ReplyDeleteMenggambarkan isi hati IRT nih Bun. Tak jarang juga suami menolak untuk disalahkan sebab sudah seharian mencari nafkah di kantor sehingga tak mau tau urusan rumah.
ReplyDeleteSebetulnya nilai yang harus ditanamkan, mengurus anak dan pekerjaan rumah adalah tanggung jawab suami istri.
Jika suami tak paham, sebagai istri memang lebih baik dibicarakan baik-baik, jangan dipendam sendiri.
Terharu aku baca postingan ini. Dan seketika teringat almarhum bapakku yang nggak pernah mau bantu ibu ngurus rumah dan anak-anaknya. Padahal emak dan bapakku punya anak lima. Bapak dulu kerjanya kalau pulang 6 bulan sekali. Jadi selama itu emakku pun harus cari uang sendiri. Salut aku dengan para ibu-ibu yang tetap masih bisa bekerja dan berkarya sambil mengurus rumah, anak, dan keluarga.
ReplyDeleteDulu suamiku juga pernah mengeluh kenapa rumah sering tak bersih ketika ia pulang dari bekerja, malah lebih bersih jika ia yang bersihkan :)) Dia kadang mengeluh masakanku tidak enak, dan aku tahu sebetulnya dia menganggap ibunya memasak lebih enak ketimbang aku :))
ReplyDeleteAku sebetulnya sedih didiskreditkan begitu, sampai kemudian aku mulai belajar minta pendapatnya.
Tiap kali aku habis membersihkan rumah, aku tanya, "Lantainya sudah licin? Kamu suka pengharum lantainya nggak?"
Tiap kali aku habis masak, aku tanya, "Apakah masakannya kurang manis/gurih? Enaknya ditambahi bumbu apa?"
Kalau kami mau pergi dan aku harus berdandan, aku selalu tanya, "Aku mending pakai anting ini atau nggak usah pakai?"
Lama-lama dia hanya menjawab "ya, itu sudah cukup" atau "tambahin ini sedikit". Tapi itu membuatku sudah merasa diapresiasi. Dan aku belajar mengapresiasinya juga, "Terima kasih sudah mentransfer ke rekeningku, Pa"/"Terima kasih sudah mau makan sop bikinanku, Pa"/"Terima kasih sudah mau ngajak anak kita main waktu aku cuci piring, Pa" dan lain sebagainya.
Memang untuk membuat suami betah bersama kita itu perlu latihan. Sama seperti membuat diri kita menghargai diri kita sendiri itu juga perlu latihan :)