Pixabay |
Tahukah kita, bahwa anak yang bahagia dimulai dari orangtua sekaligus pasangan yang bahagia? Namun, untuk menjadi pasangan yang bahagia itu tidak selalu mudah bukan? Karena terkadang kita lebih senang mengingat hal-hal yang menyakitkan kita, daripada mengingat hal-hal yang membahagiakan kita
Terkadang kita lebih senang menuliskan di hati kita, betapa sesuatu itu terasa menyakitkan di hati, tetapi lupa menuliskan banyak hal yang menyenangkan. Sehingga kesedihan itu melunturkan banyaknya kebahagian yang kita peroleh di hari-hari yang lalu.
Terutama perempuan. Kita begitu senang mengukur segala sesuatunya dengan rasa. Walau terkadang apa yang kita rasakan dengan berlebihan itu, mampu menumpulkan langsung logika kita. Sehingga, membuat kita lebih senang berpikir dan memandang segala sesuatunya secara subjektif daripada objektif.
Katanya perempuan itu ahli sejarah. Ia akan mengingat dengan sangat jelas sesuatu yang tidak nyaman, yang ia dapatkan dari suaminya. Oleh karena itulah perempuan mudah sekali terluka dan khilaf.
Dan ketika perasaan itu merajai hatinya, ia sanggup berkata pada hati dan suaminya "Bahwa suamiku tidak pernah membahagiakanku". Hancur sudah seketika semua kebahagianya itu karena sedikit hal yang tidak menyenangkan dan semua langsung habis begitu saja
Itulah mengapa salah satu penyebab perempuan lebih banyak berada di neraka daripada kaum laki-laki. Ia bisa begitu mudah melupakan banyak kebaikan suaminya hanya karena satu atau dua kesalahan yang dilakukan suaminya padanya dan ia cenderung akan mengingatnya dalan jangka waktu yang sangat lama
Cara Menjadi Pasangan yang Bahagia untuk Membesarkan Anak yang Bahagia
Pixabay |
Teruntukmu wahai perempuan, kita itu makhluk yang suka lupa. Jadi, ketika engkau mendapatkan kebahagian dan kebaikan dari suamimu. Sering-seringlah menuliskannya, minimal di dalam hatimu. Sehingga, ketika engkau menemukan ketidaknyamanan darinya. Bukalah kembali catatan-catatan kebahagianmu yang lalu bersama dirinya. Maka, engkau akan temukan dan sadari bahwa sesungguhnya bahwa kebahagianmu dengannya tidak sebanding dengan apa yang kau rasakan saat ini.
Baca juga: PENTINGNYA MENULIS BAGI SEORANG IBU
Turunkan standar tuntutan kebahagianmu padanya. Karena
"Cinta itu memberi, bukan meminta apalagi menuntut. Jika kita benar-benar mencintai, maka kita akan berusaha memberikan yang terbaik untuk orang yang kita cintai"
Ingatlah tentang dia yang berusaha banting tulang di luar sana, agar engkau dan anakmu bisa makan, punya pakaian, punya tempat tinggal, dan bisa untuk menyekolahkan anakmu. Ingatlah dia yang kehujanan saat bekerja demi kita, dia yang sesungguhnya diam-diam menahan sakit dan tetap memaksakan untuk bekerja, dialah yang tetap berusaha menundukkan pandangannya pada perempuan lain di luar sana hanya untuk menjaga diri demi kita.
Dialah laki-laki yang mau menerima kita apa adanya, walau kita menyambutnya dengan daster sobek, bau bawang, dan tidak sempat mengurus diri karena kelelahan mengurusnya, rumah dan anak-anaknya, padahal di luar sana betapa banyak perempuan cantik dan wangi yang menarik hati. Tetapi dia tetap bertahan demi kita, istri dan ibu dari anak-anaknya.
Dialah yang mau membantu kita mengasuh anak-anak kita sebentar, di saat kita ingin memiliki waktu untuk diri kita sendiri, walau sejatinya pun ia tak kalah lelahnya dengan kita. Iya dia, dia, dan dia. Dialah lelakinya kita yang berjuang selama ini untuk kita tanpa banyak mengeluh, yang berbeda sekali dengan kita, yang suami baru pulang bekerja saja sudah kita sambut dengan banyak keluh kesah kita. Betapa hebatnya bukan dia?
Ingatlah ketika kita merasa pasangan tidak bisa memberikan apa yang kita butuhkan. Coba tengok, mungkin memang benar dia tidak bisa memberikan kebutuhan yang kita mau, tetapi di satu sisi dia jauh lebih memberikan kita kebutuhan yang benar-benar kita butuhkan yaitu tanggung jawab, komitmen, menjaga kepercayaan, ayah yang baik untuk anak kita dan itu jauh lebih hebat bukan dari kebutuhan yang kita mau?
Ingatlah ketika kita merasa bahwa pasangan kita tidak bisa memenuhi harapan kita, tetapi sesungguhnya kita pun belum bisa memenuhi harapannya. Jadi beri, beri dan berikan apa yang bisa kita berikan. Setelah memberi baru kita bisa mendapatkan. Tetapi, jika fokus kita dan pasangan kita hanya minta, minta, dan minta, lalu siapa yang akan belajar saling memberi jika kita berdua lebih sibuk meminta bahkan menuntut dari pada memberi?
Ingatlah kitalah penentu kebahagian kita. Bukan pasangan kita dan bukan orang lain. Jadi, jangan berharap kebahagian dari pasangan kita. Tetapi, jika pasangan kita memberikan sesuatu, maka berbahagialah
Ingatlat ketika kita sedang bersabar dengan pasangan kita, sesungguhnya ia pun sedang bersabar pula pada kita.
Baca juga: WAHAI IBU BERSABARLAH
Banyak orang yang berkata bahwa pernikahan itu adalah seni mengalah. Tetapi, katakan itu tidak pada kita. Karena mengalah lebih terkesan antara kalah dan menang. Sedangkan pernikahan itu bukanlah pertarungan untuk mencari siapa yang kalah dan menang, siapa yang salah dan siapa yang benar.
Pixabay |
Mengalah itu terkesan menahan perasaan dan itu pasti melelahkan. Jika perasan ditahan-tahan maka tunggulah waktu meledaknya dan tunggu pula kita akan berkata seperti ini pada hati kita atau pasangan kita "aku lelah selalu mengalah padamu selama ini".
Oleh sebab itu, janganlah aneh mengapa pernikahan yang dibangun puluhan tahun, bisa kandas begitu saja. Itu semua karena mereka berpikir selama ini mereka mengalah dan mereka telah lelah untuk itu.
Jadi, gantilah pemahaman mengalah itu menjadi berlomba-lomba dalam kebaikan. Karena kita bukanlah mengalah tetapi, sedang melakukan kebaikan untuk pernikahan kita dengan cara yang terbaik sesuai ridha-Nya. Mengganti sesuatu yang negatif menjadi positif dalam pikiran kita, itu jauh lebih menguatkan kita
Jika ada permasalahan coba komunikasikan dengan cara yang baik, disituasi dan kondisi yang tepat. Berkomunikasi untuk mencari solusi bukan untuk saling menyalahkan. Ingat permasalahan-permasalahan yang tidak diselesaikan, akan menumpuk suatu hari nanti dan tentu itu tidak sehat untuk pernikahan kita.
Oh ya buat Ayah Bunda yang memiliki permasalahan pisah ranjang dengan pasangan karena anak. Bisa dibaca di sini ya plus minusnya 😉
Jika, kita tidak bisa menjadi pasangan yang bahagia, bagaimana kita akan membesarkan anak dengan cara yang bahagia
Amati dan pahami pasangan kita. Apa yang ia butuhkan? Apa yang ia sukai? Apa yang tidak ia sukai? Dan pahami kebutuhan tangki cintanya, apakah kebutuhan tangki cintanya berbentuk sentuhan fisik? Pujian? Kata-kata pendorong? Kejutan atau hadiah? Atau bahkan ingin waktu yang berkualitas bersama kita? Amati itu semua dan penuhi tangki cintanya sesuai dengan apa yang ia butuhkan. Karena setiap orang memiliki kebutuhan berbeda-beda di dalam dirinya
Berhentilah membandingkan pasangan kita dengan yang lain. Karena tak ada seseorang yang sempurna. Layaknya kita yang tak sempurna pula untuknya
Jika pasangan kita telah berusaha memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan batin kita, tidak melakukan kekerasan pada kita dan tidak berkhianat. Maka, maafkanlah semua kesalahannya
Dan ketika kita bisa menerima kekurangannya, mensyukuri kelebihannya dan sama-sama memperbaiki diri untuk semakin lebih baik. Lihatlah, kita akan rasakan betapa berkali-berkali kita jatuh cinta kembali padanya. Lagi.. lagi...dan lagi
Baca juga: MEMESONA ITU KETIKA DIRI MAU BELAJAR UNTUK SEMAKIN LEBIH BAIK
Jadilah pasangan dan orangtua yang bahagia. Karena membesarkan anak yang bahagia, dimulai dari orangtua yang bahagia. Tulisan ini saya tulis terkhususkan untuk mengingatkan diri saya sendiri
Bener banget bund, dulu itu sewaktu aku masih single serasa kurang begitu percaya sama ungkapan bahwa ibu itu butuh waras. Ternyata oh ternyata setelah menjadi ibu barulah benar idiom tersebut...ga salah sama sekali. Untuk jadi bahagia memang kompleks adanya. Harus ada support system dulu yang mendukung ya. Saling mengerti, take n give namun juga bukan berarti saling ngalah. Klo pun ada keinginan memang lebih baik saling dikomunikasikan sehingga semua sama sama enak. Nah pasangan yang sudah saling bahagia ini tentu akan menghasilkan kualitas generasi yang baik juga dari segi mental #duh ngomenku ketinggian ga ya hihihi
ReplyDeleteWah betul sekali bun. Komennya keren bun 👏
DeleteKu berasa tertohok membaca postingan ini, berasa kena pada diri karena lebih sering meminta daripada memberi :)
ReplyDeleteSama bun. Saya juga menuliskan ini untuk mengingatkan diri sendiri biar ga lupa
Deleteaku terharu bacanyaaa.. semoga kita berbahagia selalu aamiin
ReplyDeleteAaaminnn Bun 😍
DeletePas nasehatnya buat saya.. Semoga kita dimudahkan mendidik anak anak kita
ReplyDeleteAaaminnn pak 🙏
DeleteUhuk,!Menohok sekali... :")
ReplyDeleteSeringkali mengedepankan rasa dan mematikan logika. Thanks for sharing and reminder mbak.
Sama2 Bun. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan ya dengan tulisan saya 🙏
DeleteTulisannya inspiratif, bisa jadi bekal kalau sudah menikah. Hehe
ReplyDeleteAaaminnn mba. Semoga disegerakan ketemu jodohnya ya 😘
DeleteTulisannya makjleb bgt, rasanya ini tulisan bisa baca pikiran sy 😂😂 Tks for sharing, bunda erysha. Jadi bahan intropeksi buat saya 😊
ReplyDeleteSama2 Bunda Bella 😘
DeleteBener Banget mba Yeni, kadang aku terlalu banyak menggunakan perasan, terlalu menuntut dan melupakan hal-hal yang dibutuhkan pasangan, lupa menikmati kebaikannya. TFS.
ReplyDeleteSama aku juga bun 🙈
DeleteLove is give and give.
ReplyDeleteAaahhh makasih sudah diingatkan, benar banget nih, makanya sering dikatakan, hindari "kau tak pernah", "kau selalu" saat berantem atau marah pada pasangan.