Hari ini saya hadir kembali dengan materi seminar parenting yang saya dapatkan di komunitas parenting yang diadakan oleh Sygma Daya Insani. Dimana Sygma Daya Insani ini adalah pelopor buku-buku edukasi untuk anak-anak dan penuh nilai islami.
Materi seminar kali ini mengenai tentang dampak dari anak yang tidak diarjakan kemandirian sejak dini, hal-hal apa saja yang anak perlu bisa mandiri, cara melatih kemandirian pada anak sejak dini, dan mengapa sih, kemandirian itu penting untuk anak? Yuk, kita simak langsung penjelasannya dari narasumber yang hebat ini, yaitu Ibu Miarti Yoga 😍
Profil Narasumber
Nama : Miarti Yoga
Tempat tanggal lahir : Ciamis, 22 Maret 1981
Status : Menikah dengan Yoga Suhara, ST
Anak : Khairy Aqila Shidqi dan Fariza Tresna Hazimah
Alamat :
Telepon :
FB/Instagram/Twitter/Line : Miarti Yoga
Aktivitas:
✅ Direktur Sekolah Ramah Anak Zaidan Educare
✅ Penulis lepas di berbagai media cetak nasional
✅ Penulis buku-buku parenting (Unbreakable Woman, Best Father Ever, Adversity Quotient)
✅ Relawan Literasi Jawa Barat
✅ Kontributor Ahli rubrik parenting di Majalah Intima'
✅ Nara sumber seminar parenting di berbagai lembaga
✅ Nara sumber workshop dan pelatihan pendidikan guru TK/PAUD
✅ Pengasuh Bincang Pengasuhan Online di komunitas Keluarga Ramah Anak
✅ Manager Seba Music Entertainment
Motto : *Semangat, Berkarya, Bermanfaat*
*MENGURAI BEBAN DENGAN KEMANDIRIAN*
By : Miarti Yoga
Early Childhood Consultant
Semua menjadi percuma. Saat anak kita tumbuh dan bertambah usia, namun menjadi sosok tak berdaya alias serba bergantung dan tak mampu memenuhi kebutuhan diri. Dan banyak terjadi di sekian keluarga, dimana seorang anak tak mampu untuk sekadar mencuci piring, padahalnya usianya sudah remaja akhir.
Soal kemandirian. Nampak kita butuh tafakur dengan beberapa keluarga Indonesia dengan alasan studi atau tugas negara, harus tinggal di luar negeri untuk beberapa waktu. Sekilas, mungkin kita merasa takjub dengan kehidupan mereka yang mampu melanglangbuana ke negeri orang.
Namun di luar ketakjuban tersebut, patut kita takjub atas kemandirian mereka dalam menjalani hidup di sana. Bagaimana tidak? Hidup tanpa pembantu, jauh dari kerabat dan orangtua (nenek kakeknya anak-anak), orang sekeliling relatif asing, dan ragam keterbatasan lainnya. Namun, justru keterbatasan tersebut membuat pasangan yang menjalani fragmen demikian, berupaya melibatkan anak-anak untuk berkontribusi mengurai beban pekerjaan.
Selanjutnya, ada sebuah ironi dimana beberapa orangtua terutama nenek kakek atau bibi dan uwa yang turut sayang terhadap anak kita. Mereka berpendapat bahwa terlalu dini bahkan terlalu iba rasanya jika anak-anak sudah dilibatkan dengan ragam pekerjaan di rumah. Nah, kekeliruan ini tentu saja bermula dan berdasar dari rasa sayang. Jadi, tak perlu kita reaktif menghadapinya. Yang harus kita pahami adalah hakikatnya.
Artinya, melibatkan anak dengan ragam keharusan yang ada di rumah, adalah bagian dari langkah atau latihan atau ikhtiar menuju mental mandiri. Dengan syarat, tentu saja TIDAK MEMBERATKAN DAN TIDAK MENGGUNAKAN CARA-CARA PEMAKSAAN.
Baca Juga: Mendisiplinkan Anak Dengan Cara yang Menyenangkan
Bekal kemandirian adalah sangat utama bagi generasi mana pun. Mengapa? Karena kemandirian itu ibarat tiang pancang yang menguatkan. Sebaliknya, tanpa kemandirian, seorang manusia rapuh. Tak berdaya. Bahkan sekalipun mereka anak orang kaya, anak pejabat, anak priyayi, semua tak menjadi jaminan kelak anak-anaknya menjadi generasi tangguh yang akan menjadi pemimpin.
Apa dampak dari anak yang tidak diajarkan kemandirian sejak dini?
Alhasil, ketika anaknya menginjak masa sekolah dan masa kuliah, mereka menolak itu semua. Mereka merasa tak perlu belajar, karena memang sudah merasa cukup puas dengan kehidupan yang ada. Klimaksnya, saat sang ayah sudah mulai sakit-sakitan, saat perusahaan perlahan menurun hingga titik bangkrut, maka tak ada satu pun diantara putranya yang mampu mengendalikan. Mereka repot secara finansial, dengan kesiapan mental yang nyaris tak ada. Bahkan mereka seleluarga terpaksa harus menikmati keterbatasan.
Contoh ekstrem lainnya adalah ketika ada seorang gadis bungsu yang diperlakukan oleh orangtuanya bak seorang putri. Tak peru mencuci baju, tak perlu cuci piring, tak perlu masak, tak perlu berlelah-lelah. Dan apa yang terjadi saat si gadis telah memasuki babak rumah tangga. Ia diam dalam kebingungan yang sangat. Bahkan untuk mengiris bawang sekalipun, ia bingung harus bagaimana.
Bahkan salah satu jarinya harus berdarah terkena mata pisau, saking tak mampu mengoperasikan pisau dengan benar. Puncaknya, karena dengan kemanjaan tersebut mengakibatkan semakin memuncaknya masalah, ibu bapak mertuanya pun memilih untuk diakhiri dengan perceraian. Karena memang tak berkenan dengan kondisi mantu perempuan yang demikian.
Ayah Bunda yang dirahmati Allah. Tentu kita tak berharap jika kondisi ekstrem harus sampai mengemuka. Maka kewajiban kita adalah bagaimana bertindak sepreventif mungkin agar generasi selamat dari konteks ketakberdayaan.
Baca Juga: Sudahkah Ayah Bunda Mengajarkan Konsep Maaf Memaafkan Pada Anak? Begini Caranya!
Hal-hal apa saja yang anak perlu bisa mandiri?
Berikut adalah pembagian konteks kemandirian yang wajib kita tahu.
1. Mandiri Beribadah
2. Mandiri Berpikir
3. Mandiri Menghadapi Persoalan
Berikut penjelasannya satu demi satu. Silakan dicermati.
✍️ Mandiri beribadah
artinya, anak memiliki refleks yang baik terhadap praktik-praktik ibadah. Mereka melaksanakan sholat tanpa harus selalu disuruh dan diancam, mereka pergi mengaji sebagai bentuk pembiasaan harian, mereka sudah bisa wudhu dengan tertib, mereka familiar terhadap masjid, mereka (anak laki-laki) sadar untuk melaksanak sholat Jum’at sebagai kewajiban (meski ketepatan sedang tidak bersama Ayah), dan lain-lain.
Bekal ini adalah modal berharga. Mereka tak sekadar dituntut untuk hafal dengan bacaan sholat, do’a-do’a, dan bisa mengaji. Namun, mereka punya tuntutan untuk mengamalkan. Lalu mengapa kemandirian beribadah itu penting bagi anak? Karena kemandirian ibadah adalah suplemen yang menjadikan seorang anak manusia berada pada level kemampuan sipiritual. Dan kemampuan inilah yang akan menjadi dasar bagi seseorang untuk tangguh, lebih berenergi dan bijaksana menghadapi dinamika kehidupan.
✍️ Mandiri berpikir
Mandiri berpikir adalah sebuah ranah dimana anak memiliki logika yang benar tentang mengapa boleh dan tidak boleh, anak memiliki sensitivitas rasa terhadap fenomena di sekeliling, dan anak memiliki motivasi untuk menjadi solusi bagi kehidupan.
Pada tahap ini, anak terdesain atau terinstal untuk bersikap tanggap dan tanggung jawab. Pada tahap ini pula, anak terkondisikan untuk merasakan beban yang dihadapi orangtua.
Maka wajar bila anak merasa terdorong untuk menjaga adik ketika melihat ibunya tengah sibuk dengan pekerjaan rumah. Wajar jika anak begitu refleks ikut merapikan isi rumah saat tahu hendak ada tamu. Wajar jika anak tiba-tiba berpikir keras bagaimana caranya memperbaiki hasil ulangannya yang relatif kurang memuaskan. Wajar jika saat hendak memasuki tahun ajaran baru, seorang anak berinisiatif membeli perlengkapan sekolah dari uang miliknya sendiri.
✍️ Mandiri menghadapi persoalan adalah sebuah kondisi dimana anak satu tahap lebih mandiri di atas konteks kemandirian berpikir. Pada kondisi ini, anak sudah memahami konteks kemendesakan, konteks urgen, dan konteks bahaya. Contohnya terjadi pada seorang anak SD yang meghadapi sedikit kericuhan dalam pertemanannya. Tanpa harus “berlebay-lebay” melaporkan kepada orangtua, dia berusaha mengatasi persoalan sendiri dengan caranya sendiri.
Baca Juga: Cara Mengajarkan Anak Tentang Kejujuran
Bagaimana cara melatih kemandirian pada anak sejak dini?
Banyak hal sederhana yang bisa kita gali, supaya kemistri (rasa, kecocokan, antusiasme) anak-anak kita terhadap kewajiban, secara perlahan muncul dan menjadi tanggungjawab.
✅ Terbiasa dimintai tolong. Tolong ambilkan gelas, tolong bawakan baju, dan lain-lain
✅Terbiasa menyiapkan perlengkapan sekolah, sesederhana apapun itu
✅ Menyimpan kembali tas dan perlengkapan sekolah lainnya, saat sudah tiba di rumah
✅ Menyimpan gelas dan piring kotor bekas dirinya sendiri. Terlebih bagi anak di atas 4 tahun, sudah bisa dikondisikan untuk mencucinya langsung meski hasilnya masih jauh dari bersih.
✅ Beri ruang untuk “peer guidance” (saling menjaga sesama saudara). Kakak menjaga atau mengasuh adik, adik menjaga kakak yang sedang sakit dan istirahat di rumah, dan lain-lain.
✅ Terbiasa menabung (celengan sederhana), terlebih ketika anak kita mempunyai sebuah ekspektasi (ingin membeli sesuatu, ingin makan di luar, ingin mengikuti les tertentu, dan lain-lain)
Mengapa kemandirian itu penting diajarkan pada anak?
1. Sebagai Bekal Imunitas Sosial
Dengan bekal kemandirian, insyaAllah anak kita tak akan kaget menghadapi lingkungan selain rumah dan sekolah. Mereka akan memiliki fleksibilitas yang baik dalam berteman dan dalam mencerna persoalan.
2. Sebagai Unsur Pengukuh Kedewasaan
Bekal kemandirian menjadi satu suplemen dan energi istimewa yang akan mengukuhkan atau menguatkan kedewasaan anak-anak kita. Mereka insyaAllah tampil sebagai pribadi yang elegan, mampu berargumen, tidak reaktif menghadapi masalah, dan mampu menjadi pemimpin yang efektif di lingkungan mana pun.
3. Sebagai Jembatan kemudahan
Anak yang terbiasa hidup mandiri, secara umum mereka akan memiliki kemudahan dalam proses petualanganya. Petualangan mencari jati diri, petualangan menggapai impian-impian, petualangan mempersembahkan prestasi untuk kedua orangtua, dan petualangan-petualangan lainnya.
Semoga generasi kita tumbuh dan berkembang menjadi pribadi arif yang tangguh dan mandiri. Karena masa depan hanya akan bertahan di tangan manusia yang mandiri menghadapi persoalan.
Allohu’alam bishowaab.
😍Terimakasih dan salam pengasuhan😍
Subhanallah, dalem ya, Ayah Bunda materinya. Nah, apakah Ayah Bunda sendiri sudah kemandirian pada anak di rumah?. Yuk, kita sama-sama belajar 😍
setuju, mbak. bermanfaat banget tulisannya. sebagai orang tua memang kayaknya tugas kita ya nengajarkan kemandirian buat anak
ReplyDeleteAllhamdulillah senang jika bisa bermanfaat 😃
Deletemakasih ulasannya lengkap banget mba ternyata ada yah kasus ekstrim sampe berujung perceraian gitu saking ga bisa ngiris bawang dan tll dimanja sama ortu. Sebagai ortu PR banget ngajarin kemandirian y mba aku juga udah dimulai sejak dini alhamdulilah meski masih ada drama tapi anakku perlahan tahu tugas n tanggungjawabnya :)
ReplyDeleteHihihi tiada hari tanpa drama kehidupannnya emak2 ya bun 😂
DeleteBaguus banget Kak Yeni.. Noted kalo nanti Musa udah bisa diajak ngobrol dua arah. thanks for sharing
ReplyDeleteSama2 bunda. Semamgatttt 😘
DeleteMakasih sharenya mbak. Sangat bermanfaat. Lengkap pula. Izin noted ya mbak :))
ReplyDeleteSama-sama Bun. Seneng bisa bermanfaat
Delete