Hai Ayah Bunda, hari ini saya ingin berbagi isi seminar yang saya ikuti tentang Bullying. Karena saat ini sedang marak sekali, ya, Ayah Bunda kasus bullying ada dimana-mana. Sehingga, sebagai orang tua atau pun guru tentu kita perlu mengetahui apa itu bullying? Jenis-jenis bullying? Faktor penyebab bullying itu bisa terjadi? Dan bagaimana penanganannya atau solusi yang perlu kita persiapkan untuk kasus bullying ini?
Kalau begitu, Ayah Bunda bisa menyimak langsung penjelasannya dari ahlinya. Tetapi, sebelumnya kita kenalan dulu, yuk dengan sosok beliau ini!
🌟❤ Profil Narasumber ❤
🌼🌼🌼🌼
Dewi Agustini, S.Sos., M.M., MCht., MNLp.,
Lahir 10 Agustus 1975 di Surakarta.
🌟🌟🌟🌟
Riwayat Pendidikan:
Menyelesaikan S1 Komunikasi Massa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dan S2 Magister Management Universitas Sebelas Maret.
🌸🌸🌸🌸
Sejak tahun 2006 hingga sekarang tercatat sebagai Dosen Politeknik Indonusa Surakarta dan Dosen di IAIN Surakarta.
☘☘☘☘☘☘☘
Saat ini Dewi sedang menempuh kuliah doktor di bidang psikologi pendidikan islam.
🌷🌷🌷🌷🌷
Aktivitas Dewi sehari-hari selain sebagai Dosen, ia juga pemilik dan pengelola Lembaga Pendidikan Al Fikr di 4 kantor cabang Jogja dan Solo, dimana jenis usahanya adalah sekolah Daycare dan PGTK Al Fikr, Lembaga Konsultasi dan Pelatihan, Bimbingan Belajar, dan Pondok Mahasiswa.
🍃🍃🍃🍃🍃
Dewi juga sering menjadi pembicara di berbagai acara, dan sekaligus menjadi peneliti – terutama bidang pendidikan, komunikasi dan anak. Selain itu Dewi juga sebagai Konsultan dan Teraphist.
🌟🌟🌟🔥🔥🔥💫💫💫
Wah bersyukur ya, Ayah Bunda kita bisa berkenalan dengan sosok hebat narasumber kita. Kalau begitu, selamat menyimak isi seminarnya, ya! "4 Hal yang Perlu Diketahui Orang Tua dan Guru Dalam Mengatasi Bullying"
BULLYING
1. Makna Bullying
Ken Rigby (2002:15) : “Penekanan atau penindasan yang berulang-ulang secara psikologis atau fisik terhadap seseorang yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang kurang, oleh seseorang atau kelompok orang yang lebih kuat.”
Andrew Mellor (1997), seorang psikolog dari University of Edinburgh, Inggris, mendefinisikan Bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan dia takut bila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi, dan merasa tak berdaya untuk mencegahnya.
Barbara Coloroso (2003:44) : “Bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan terror. Termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun yang spontan bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, dihadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak.
Dari beberapa pengertian diatas maka, pada dasarnya bullying adalah bentuk tindakan atau perilaku, agresif seperti mengganggu, menyakiti atau melecehkan yang dilakukan secara sadar, sengaja dengan cara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang.
Bullying dapat terjadi di mana saja, tidak memilih umur atau jenis kelamin korban. Korban bullying pada umumnya adalah anak yang lemah, pemalu, pendiam dan special (cacat, tertutup, cantik atau punya ciri-ciri tubuh yang tertentu) yang dapat menjadi bahan ejekan.
Bullying di Taman Kanak-kanak
Berdasarkan hasil penelitian, anak usia Taman Kanak-kanak (TK) tidak dengan sengaja melakukan bullying pada anak lain. Hal tersebut terjadi karena belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa tindakan tersebut memberi efek yang betul-betul nyata. Yang menjadi pembeda bullying di TK adalah bentuknya.
Perhatikan ilustrasi berikut :
Victor ingin bermain dengan teman sekelasnya Ben, Isaac dan Danu. Tapi mereka selalu menolaknya. Mereka hanya mau mengajak Victor bermain, kalau mereka bermain rumah-rumahan dan memerlukan kucing. Kucing tidak perlu bicara, hanya diam saja sebagai pelengkap. Kemudian mereka akan meminta Victor sebagai kucing. Setelah beberapa menit bermain, Victor sedih dan keluar dari permainan tersebut.
Untuk mencegah bullying di TK, hal-hal yang perlu dilakukan oleh guru adalah:
Memberi pengertian pada anak, bahwa bullying dan konflik interpersonal diantara anak adalah 2 hal yang jauh berbeda. Segera ketahui apakah perbuatan itu termasuk bullying atau hanya sebuah konflik biasa dalam pergaulan. Mengerti bahwa intervensi dini sangat diperlukan dalam menghentikan bullying, perlu juga mendiskusikan masalah ini di kelas. Membahas tentang perilaku dan konflik-konflik apa yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat ditolerir.
2. Jenis-jenis Bullying
Menurut Andi Priyatna (2010:3), jenis-jenis bullying dikategorikan sebagai berikut :Fisikal : memukul, menendang, mendorong, merusak
Verbal : mengolok-olok nama panggilan, mengancam, menakut-nakuti
Sosial : gossip, rumor, dikucilkan dari pergaulan, dan sejenisnya
Cyber/elektronik: mempermalukan orang dengan menyebar gossip di jejaring social internet (missal : Facebook)
Berdasarkan jenis kelamin pelaku bullying, anak laki-laki cenderung melakukan bullying dalam bentuk agresi fisikal. Anak laki cenderung lebih sering mengalami tindakan bullying dibandingkan anak perempuan, sekaligus pelaku bullying lebih banyak didominasi oleh anak laki-laki.
Dampak tindakan bullying tidak hanya ditanggung oleh si korban bullying, melainkan juga berpengaruh pada si pelaku bullying, korban bullying, begitu pula pada anak yang menyaksikan tindakan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu dari tiga anak di seluruh dunia mengaku pernah mengalami bullying, baik di sekolah, di lingkungan sekitar ataupun secara online (melalui media komunikasi telepon). Sebaliknya, satu dari tiga anak mengaku pernah melakukan tindakan bullying pada kawannya.
Mereka yang biasa menyaksikan tindakan bullying pada kawan-kawannya akan mengalami resiko :
a. Menjadi penakut dan rapuh
b. Sering mengalami kecemasan
c. Rasa keamanan diri rendah
3. Faktor-faktor Penyebab Bullying
Terjadinya BullyingBeberapa faktor penyebab terjadinya tindakan bullying adalah :
a. Faktor pribadi anak itu sendiri
Anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya dari orang tua lebih cenderung 'balas dendam' pada temannya di luar rumah. Mereka tidak dapat mengatasi konflik kekecewaan atas perbuatan orangtua mereka sendiri dengan dirinya sendiri, sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan emosi dalam diri mereka.
b. Faktor keluarga
- Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan mengembangkan perilaku bullying juga.
- Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu menyerang orang lain sebelum mereka diserang.
- Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.
- Rendahnya keterlibatan dan perhatian orang tua pada anak juga bisa menyebabkan anak suka mencari perhatian dan pujian dari orang lain. Salah satunya pujian pada kekuatan dan popularitas mereka di luar rumah.
c. Faktor lingkungan
Pada saat anak beranjak remaja, anak lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah atau lingkungan di mana anak itu tinggal. Salah satu faktor yang sangat besar adalah perilaku bullying teman sebaya atau lingkungan yang memberikan pengaruh negatif dengan cara memberikan ide baik secara aktif maupun pasif bahwa bullying tidak akan berdampak apa-apa dan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan.
d. Faktor sekolah
- Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya.
- Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.
e. Faktor pengaruh media
Program televisi yang tidak mendidik, video game, dan film sebagai sarana media banyak menyuguhkan adegan kekerasan, atau perang. Meski seharusnya, orang tua melakukan pendampingan saat menonton atau bermain video game untuk anak di bawah umur, nyatanya banyak yang belum melakukan ini.
Ekspos media terhadap adegan kekerasan ini sering menginspirasi anak untuk mencobanya dalam dunia nyata.
Menurut data statistik tahun 2010 perilaku bullying di beberapa negara:
^ 69% anak-anak di Inggris melaporkan diperlakukan sebagai anak yang mendapatkan tindakan bullying.
^ 58% anak-anak di Amerika Serikat mengakui bahwa seseorang telah mengatakan sesuatu yang menyakitkan mereka secara online.
Baca juga: Peran Orang Tua Dalam Pengasuhan Anak Di Era Digital
Setiap tahun sedikitnya 20 anak di Inggris mengakui mencoba melakukan tindakan bunuh diri karena perlakuan bullying yang mereka terima.
^ Di Australia 20% anak-anak yang mengalami bullying secara perlahan-lahan menghindar dari kegiatan pembelajaran di sekolah.
^ Di Kanada seorang anak mendapatkan tindakan bullying setiap tujuh menit di halaman bermain sekolah dan setiap 25 menit di dalam kelas.
4. Upaya orang tua dan guru dalam mengatasi tindakan Bullying
Pada tahun 2006 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kasus kekerasan pada anak mencapai Rp 25 juta, dengan berbagai macam bentuk, dari yang ringan sampai yang berat. Lalu, data BPS tahun 2009 menunjukkan kepolisian mencatat, dari seluruh laporan kasus kekerasan, 30 persen di antaranya dilakukan oleh anak-anak, dan dari 30 persen kekerasan yang dilakukan anak-anak, 48 persen terjadi di lingkungan sekolah dengan motif dan kadar yang bervariasi.Plan Indonesia pernah melakukan survei tentang perilaku kekerasan di sekolah. Survei dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor, dengan melibatkan 31.500 siswa SMA dan 75 guru. Hasilnya, 67,9 persen menganggap terjadi kekerasan di sekolah, berupa kekerasan verbal, psikologis, dan fisik. Pelaku kekerasan pada umumnya adalah teman, kakak kelas, adik kelas, guru, kepala sekolah, dan preman di sekitar sekolah. Sementara itu, 27,9 persen siswa SMA mengaku ikut melakukan kekerasan, dan 25,4 persen siswa SMA mengambil sikap diam saat melihat terjadi kekerasan. Oleh karenanya, solusi yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menangani kasus Bullying ini, antara lain:
1. Solusi buat orang tua atau wali orang tua :
a. Satukan Persepsi dengan Istri/Suami. Sangat penting bagi suami-istri untuk satu suara dalam menangani permasalahan yang dihadapi anak-anak di sekolah. Karena kalau tidak, anak akan bingung, dan justru akan semakin tertekan. Kesamaan persepsi yang dimaksud meliputi beberapa aspek, misalnya: apakah orang tua perlu ikut campur, apakah perlu datang ke sekolah, apakah perlu menemui orang tua pelaku intimidasi, termasuk apakah perlu lapor ke polisi.
b. Pelajari dan Kenali Karakter Anak. Perlu kita sadari, bahwa satu penyebab terjadinya bullying adalah karena ada anak yang memang punya karakter yang mudah dijadikan korban. Sikap “cepat merasa bersalah”, atau penakut, yang dimiliki anak. Dengan mengenali karakter anak, dapat mengantisipasi berbagai potensi intimidasi yang menimpa anak, atau setidaknya lebih cepat menemukan solusi (karena kita menjadi lebih siap secara mental).
c. Jalin Komunikasi dengan Anak. Tujuannya adalah anak akan merasa cukup nyaman (meskipun tentu saja tetap ada rasa tidak nyaman) bercerita kepada orang tuanya ketika mengalami intimidasi di sekolah. Ini menjadi kunci berbagai hal, termasuk untuk memonitor apakah suatu kasus sudah terpecahkan atau belum.
d. Jangan Terlalu Cepat Ikut Campur. Idealnya, masalah antar anak-anak bisa diselesaikan sendiri oleh mereka, termasuk di dalamnya kasus-kasus bullying. Oleh karena itu, prioritas pertama memupuk keberanian dan rasa percaya diri pada anak. Kalau anak punya kekurangan tertentu, terutama kekurangan fisik, perlu ditanamkan sebuah kepercayaan bahwa itu merupakan pemberian Tuhan dan bukan sesuatu yang memalukan. Kedua, jangan terlalu “termakan” oleh ledekan teman, karena hukum di dunia ledek-meledek adalah “semakin kita terpengaruh ledekan teman, semakin senang teman yang meledek itu”.
e. Masuklah di Saat yang Tepat. Jangan lupa, bahwa seringkali anak (yang menjadi korban intimidasi) tidak senang kalau orang tuanya turut campur. Situasinya menjadi paradoksal: Anak menderita karena diintimidasi, tapi dia takut akan lebih menderita lagi kalau orang tuanya turut campur. Karena para pelaku bullying akan mendapat ‘bahan’ tambahan, yaitu mencap korbannya sebagai “anak mami”.
Oleh karena itu, mesti benar-benar mempertimbangkan saat yang tepat ketika memutuskan untuk ikut campur menyelesaikan masalah. Ada beberapa indikator: (1) Kasus tertentu tak kunjung terselesaikan, (2) Kasus yang sama terjadi berulang-ulang, (3) Kalau kasusnya adalah pemerasan, melibatkan uang dalam jumlah cukup besar, (4) Ada indikasi bahwa prestasi belajar anak mulai terganggu
f. Bicaralah dengan Orang yang Tepat. Jika sudah memutuskan untuk ikut campur dalam menyelesaikan masalah, pertimbangkan masak-masak apakah akan langsung berbicara dengan pelaku intimidasi, orang tuanya, atau gurunya.
g. Jangan Ajari Anak Lari dari Masalah. Dalam beberapa kasus, anak-anak kadang merespon intimidasi yang dialaminya di sekolah dengan minta pindah sekolah. Kalau dituruti, itu sama saja dengan lari dari masalah. Jadi, sebisa mungkin jangan dituruti. Kalau ada masalah di sekolah, masalah itu yang mesti diselesaikan, bukan dengan ‘lari’ ke sekolah lain. Jangan lupa, bahwa kasus-kasus bullying itu terjadi hampir di semua sekolah.
Baca juga: Ingin DiKenang Seperti Apakah Kita Oleh Anak Kita ? Yuk, Ikuti 10 Cara Mengukir Kenangan Manis Di Hati Anak
2. Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru:
a. Mengusahakan untuk mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
b. Membantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Guru harus dapat menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak. JANGAN PERNAH MENYALAHKAN ANAK atas tindakan bullying yang ia alami.
c. Meminta bantuan pihak ketiga (psikolog atau ahli profesional) untuk membantu mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu.
d. Mengamati perilaku dan emosi anak , bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja sama dengan pihak sekolah (guru) dan mintal mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak. Mewaspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua / guru / pengasuh).
e. Membina kedekatan dengan teman-teman sebaya anak dengan cara mencermati cerita mereka tentang anak. Mewaspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa.
f. Meminta bantuan pihak ke tiga (psikolog atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.
Baca juga: 6 Cara Mengajarkan Anak Mempertahankan Diri Dari Bully
Bagaimana Ayah Bunda, dari penjelasan diatas sudahkah menjawab pertanyaan kita tentang bullying itu sendiri? Semoga sudah, ya, Ayah Bunda. Karena penjelasannya sudah cukup lengkap. Tetap yang terpenting adalah bagaimana kita sebagai orang tua bisa membangun konsep diri yang positif pada diri anak. Sehingga, anak mampu mempertahankan dirinya jika dibullying di luar sana, menghindari anak menjadi pelaku maupun jadi penonton bullying. Dan guru pun sangat berperan penting dalam mengawasi anak didiknya terutama di lingkungan sekolah. Semoga 4 hal yang perlu diketahui orang tua dan guru dalam mengatasi bullying ini dapat bermanfaat ya, Ayah Bunda buat kita semua 😃
Sumber :
Dewi Agustini, S.Sos., M.M., MCht., MNLp.,
Seminar Institut Ibu profesional
Terima kasih sharingnya mbak. Jadi tahu lebih banyak tentang bullying...
ReplyDeleteSama2 juga bunda. Terima kasih juga sudah berkunjung 😘
Deletengeri banget masalah bullying ini ya mbak. Mudah2an anak-anak kita dijauhi dari lingkungan negatif seperti ini
ReplyDeleteBener bangettt bun ngeri. Aaminnn. 🙏
DeleteIya ya Bun, dilema orang tua, pengen ikut membantu menyelesaikan masalah anaknya. Tapi disisi lain malah bisa bikin si anak semakin di bully krn dianggap tukang ngadu, anak Mami atau lebih parah kalau ortu Lapor guru dan ortu si pembully di panggil, eh malah ga terima.. Eh, maaf saya malah jd sinetronis ini hehehee
ReplyDeleteTapi bener lho bun yang bunda ceritakan itu. Jdi serba salah ya. Makanya kita perlu bijak nih n membekali diri kita dalam mengatasi bullying ini. Dan yang terpenting dimulai dari pola asuh di rumah 😃
DeleteUmur berapa anak diberi tahu hal seperti itu ya?
ReplyDeleteSebenarnya ketika kita telah mempersiapkan diri anak dengan konsep diri yang positif dan pola asuh yang baik kepada anak dari rumah seperti salah satunya membiarkan anak untuk mengeluarkan uneg2nya ketika tidak sependapat dengan orang tua atau menghargai anak untuk berkata tidak dengan semua maunya orang tua. Tanpa diberitahukan, anak kelak akan mampu mempertahankan dirinya ketika nanti dibully di luar sana. Seperti akan mampu membela diri sendiri tanpa orang tua memberitahukan anak. Jadi yang terpenting adalah tugas kita yang mempersiapkan diri anak dari rumah. Semoga jawabannya membantu bunda 🙏
DeleteIts ever happened once in my life bullying ini. Jaman aku masih SD dan rasanya nggak enak. Perkara krn rambutku suka dikuncir/iket lucu2 sama mamaku, dan kakak kelasku sebel gitu ngeliatnya. Katanya aku centil. Lalu digencet rame2. Jaman dulu kan bully itu bahasa kerennya gencet kan ya. Saat itu, aku sempat traumatis sampe nggak mau masuk sekolah. Dan pernah minta sama mama jangan iket rambutku aneh-aneh lagi ke sekolah for once in my life. Salam kenal mak Yeni ^ ^
ReplyDeletebullying..di sekolah anakku..terus saja ada sosialisasi dari sekolah, lewat seminar, diskusi, pengarahan dari guru BK dll..Tapi masih kecolongan juga.
ReplyDeleteSepertinya di kota besar, orang tua yang kadang karena tuntutan pekerjaan jadi kurang memantau putra-putrinya
TFS bunda